PENERAPAN ANGKA INDEKS PADA STATISTIKA EKONOMI
Salsabila Aminudin
4 PS B
1617202081
A. Pengertian
Angka Indeks dan Penerapannya dalam Statistika Ekonomi
Setiap kegiatan selalu mengalami kemajuan atau
kemunduran, kadang-kadang produksi meningkat. Hasil penjualan suatu perusahaan
dapat meningkat dan juga menurun, hasil penerimaan devisa mengalami naik-turun,
pendapatan nasional kadang-kadang naik kemudian merosot lagi, juga harga, gaji,
dan biaya hidup selalu mengalami naik-turun. Untuk mengetahui maju-mundurnya
suatu usaha (perusahaan ingin mengetahui maju-mundurnya hasil penjualan,
pemerintah ingin mengetahui maju mundurnya penerimaan negara, penerimaan
devisa, dan lain sebagainya) diperlukan angka indeks.
Angka indeks atau sering disebut indeks saja, pada
dasarnya merupakan suatu angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
dipergunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama (produksi,
ekspor, hasil penjualan, jumlah uang beredar, dan sebagainya) dalam dua waktu
yang berbeda. Dari angka indeks bisa diketahui maju-mundurnya atau
naik-turunnya suatu usaha atau kegiatan. Jadi, tujuan pembuatan angka indek
sebetulnya adalah mengukur secara secara kuantitatif terjadinya perubahan dalam
dua waktu yang berlainan, misalnya indeks harga untuk mengukur perubahan harga
(berapa kenaikannya atau penurunannya), indeks produksi untuk mengetahui
perubahan yang terjadi dalam kegiatan dalam kegiatan produksi, indeks biaya
hidup untuk mengukur tingkat inflasi , dan lain sebagainya. Dengan demikian,
angka indeks sangat diperlukan oleh siapa saja yang ingin mengetahui
maju-mundurnya kegiatan atau usaha yang dilaksanakan, seperti pemilik
perusahaan, para pejabat pemerintah, para ahli ekonomi dan sosial (untuk
melihat perkembangan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat), para
pendidik, ahli agama, penegak hukum (untuk melihat naik-turunnya pelanggaran
hukum yang terjadi), dan lain sebagainya. Itulah sebabnya baik pemerintah
(melalui Badan Pusat Statistik atau instansi-instansi pemerintah lainnya) maupun
perusahaan-perusahaan yang menganut modern management membuat berbagai macam
indeks untuk keperluan pemantauan (monitoring) atau evaluasi.
Di dalam membuat angka indeks diperlukan dua macam, yaitu waktu dasar (base period) dan waktu yang bersangkutan atau sedang dalam berjalan (current period).
Waktu dasar adalah waktu dimana suatu kegiatan (kejadian) dipergunakan sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu yang bersangkutan ialah waktu dimana suatu kegiatan (kejadian) dipergunakan sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu yang bersangkutan ialah waktu dimana suatu kegiatan (kejadian) dipergunakan sebagai dasar perbandingan terhadap kegiatan (kejadian) pada waktu dasar.
Contoh:
Jumlah produksi barang A yang dihasilkan oleh PT. Sarla selama tahun 2006 dan 2007 masing-masing adalah 150 ton dan 225 ton. Hitunglah indeks produksi masing-masing tahun.
Penyelesaian:
Jika dibuat indeks produksi tahun 2007 dengan waktu dasar 2006, maka produksi pada tahun 2006 dipergunakan untuk dasar perbandingan, sedangkan produksi tahun 2007 (waktu yang bersangkutan) akan diperbandingkan terhadap produksi tahun 2006 tadi.
Indeks prduksi 1996 adalah 225/150 x 100 % = 150 % (ada kenaikan produksi 50%). Apabila produksi tahun 2006 sama dengan 125 ton, maka indeks produksi 2007 adalah 125/150 x 100 % = 83,33 % (ada penurunan produksi sebesar 16,67%).
Lt,0 = indeks harga pada waktu t dengan waktu dasar
0
Pn = harga
pada waktu yang ditentukan
Po = harga
pada waktu tahun dasar
Qn =
Kuantitas pada tahun yang ditentukan
Q0 =
Kuantitas pada tahun dasar
Di dalam membuat angka indeks diperlukan dua macam, yaitu waktu dasar (base period) dan waktu yang bersangkutan atau sedang dalam berjalan (current period).
Waktu dasar adalah waktu dimana suatu kegiatan (kejadian) dipergunakan sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu yang bersangkutan ialah waktu dimana suatu kegiatan (kejadian) dipergunakan sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu yang bersangkutan ialah waktu dimana suatu kegiatan (kejadian) dipergunakan sebagai dasar perbandingan terhadap kegiatan (kejadian) pada waktu dasar.
Contoh:
Jumlah produksi barang A yang dihasilkan oleh PT. Sarla selama tahun 2006 dan 2007 masing-masing adalah 150 ton dan 225 ton. Hitunglah indeks produksi masing-masing tahun.
Penyelesaian:
Jika dibuat indeks produksi tahun 2007 dengan waktu dasar 2006, maka produksi pada tahun 2006 dipergunakan untuk dasar perbandingan, sedangkan produksi tahun 2007 (waktu yang bersangkutan) akan diperbandingkan terhadap produksi tahun 2006 tadi.
Indeks prduksi 1996 adalah 225/150 x 100 % = 150 % (ada kenaikan produksi 50%). Apabila produksi tahun 2006 sama dengan 125 ton, maka indeks produksi 2007 adalah 125/150 x 100 % = 83,33 % (ada penurunan produksi sebesar 16,67%).
B. Indeks Harga
Relatif Sederhana dan Agregatif
Dua tipe angka
indeks dapat dibedakan yakni indeks harga relatif sederhana (simple relative
price index) dan indeks bersusun (agregarif).
1.
Indeks Harga Relatif Sederhana (Simple
Relative Price Index)
Merupakan indeks yang terdiri dari
satu macam barang saja, baik untuk indeks produksi maupun indeks harga.
Misalnya: indeks harga karet, indeks harga ikan, dll.
Rumus Indeks Harga Relatif Sederhana (Simple
Relative Price Index)
2. Indeks Harga Bersusun (Agregatif)
Merupakan indeks yang terdiri dari
beberapa barang (kelompok barang), misalnya indeks harga macam bahan pokok,
indeks Impor dan Ekspor Indonesia, indeks harga bahan makanan, indeks biaya
hidup, indeks hasil penjualan suatu perusahaan (lebih dari satu barang yang
dijual), dll. Indeks harga agregatif memungkinkan kita untuk melihat persoalan
secara agregarif (secara makro), yaitu secara keseluruhan, bukan melihat satu
per satu (per individu).
Rumus Indeks Harga Bersusun
(Agregatif)
lt,0
= indeks produksi pada waktu t dengan waktu
dasar 0
Contoh:
Tabel dibawah ini menyajikan data-data
perdagangan beberapa hasil pertanian di Jakarta dari tahun 1992-1997. Hitunglah
indeks harga pada tahun 1995, 1996, dan 1997 dengan waktu dasar tahun 1992.
Penyelesaian:
Jenis
Pertanian
|
1992
|
1993
|
1994
|
1995
|
1996
|
1997
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
Beras
|
66.368
|
67.337
|
81.552
|
100.209
|
101.382
|
111.180
|
Jagung kuning
|
34.877
|
39.829
|
45.850
|
50.000
|
62.740
|
66.208
|
Kacang
kedelai
|
110.505
|
116.458
|
121.542
|
115.052
|
114.800
|
125.733
|
Kacang hijau
|
111.528
|
111.063
|
127.108
|
128.750
|
163.042
|
192.771
|
Kacang tanah
|
161.243
|
198.271
|
209.542
|
200.000
|
228.792
|
223.250
|
Ketela pohon
|
15.433
|
13.853
|
20.538
|
26.944
|
26.079
|
24.3119
|
Ketela rambat
|
22.033
|
22.273
|
29.831
|
36.698
|
35.668
|
35.131
|
Kentang
|
46.984
|
55.110
|
85.183
|
82.404
|
93.713
|
121.920
|
b. Untuk tahun 1996
= 101.382/66.368 x 100%
= 152,76%
c. Untuk tahun 1997
= 111.183/66.368 X 100 %
= 167,52%
Jadi,
dibandingkan dengan harga beras tahun 1992, harga beras tahun 1995 naik 150,99%
- 100% = 50,99%. Pada tahun 1996 naik 52, 76%, dan pada tahun 1997 naik 67,52%.[1]
C. Metode
Penyusunan Angka Indeks
1. Angka Indeks Agregatif Tertimbang
Merupakan indeks yang dalam bentuk
pembayarannya telah dipertimbangkan faktor-faktor yang akan mempengaruhi
naik-turunnya angka indeks tersebut.[1]
Angka indeks agregatif tertimbang tidak lain adalah angka indeks nilai (value
index). Untuk keperluan perhitungan indeks tersebut kita tidak hanya
memperhatikan data harga tetapi juga data kuantitas.
Rumus Angka Indeks Agregatif Tertimbang:
a.
Metode Angka Indeks Agregatif
Tertimbang
1) Laspayres
Contoh:
Volume dan harga beberapa bahan ekspor diluar minyak
bumi periode 1982/1983 dan 1983/1984 disajikan dalam tabel dibawah ini. Volume
dinyatakan dalam ribuan ton harga dinyatakan dalam ribuan US dolar.
Indeks Tertimbang Laspeyres dari 10 Bahan
Ekspor di Luar Minyak Bumi 1982/1983 – 1983/1984
Jenis Bahan
|
Harga
|
Kuantitas
1982/1983
Qo
|
Pn.Qo
|
Pn.Qo
|
|
1982/83 (Po)
|
1983/84
(Pn)
|
||||
Kayu
|
21,66
|
45,84
|
12.698,6
|
582.103,82
|
275.051,68
|
Karet
|
255,65
|
537,31
|
827,3
|
444.516,56
|
211.499,24
|
Minyak Sawit
|
170,33
|
321,70
|
246,0
|
79.138,20
|
41.901,18
|
Timah
|
3.370,19
|
4.661,90
|
20,8
|
96,967,52
|
70.099,95
|
Hasil tambang
di luar timah
|
11,74
|
30,51
|
5.469,7
|
75.075,96
|
28.888,62
|
Hewan dan
hasil hewan lainnya
|
421,05
|
1.067,37
|
100,7
|
107.484,16
|
42.399,74
|
Teh
|
677,63
|
682,71
|
45,6
|
31.131,58
|
30.899,93
|
Tembakau
|
1.181,48
|
1,314,12
|
27,0
|
35.481,24
|
31.899,96
|
Lada
|
848,98
|
1.218,25
|
24,5
|
29.847.12
|
20.800,01
|
Tapioka dan
bahan makan lainnya
|
41,20
|
49,22
|
907.7
|
44.676,99
|
37.397,24
|
|
|
|
|
1.526.423,15
|
790.837,55
|
Indeks 10 bahan ekspor di luar minyak bumi
1982/1983 = 100. Indeks tertimbang Laspeyres 10 bahan ekspor di luar minyak
bumi adalah:
Nilai
10 bahan ekspor di luar minyak bumi 1983/1984 mengalami kenaikan 93,01% dari
nilai ekspor 1982/1983
2) Paasche
Contoh:
Sebagai contoh, kita akan menggunakan tabel
yang ada di atas:
Indeks Tertimbang Laspeyres dari 10 Bahan Ekspor di Luar Minyak Bumi
1982/1983 – 1983/1984
Jenis Bahan
|
Harga
|
Kuantitas
1982/1983
Qo
|
Pn.Qo
|
Pn.Qo
|
|
1982/83 (Po)
|
1983/84
(Pn)
|
||||
Kayu
|
21,66
|
45,84
|
15.708,4
|
720.073,06
|
340.243,94
|
Karet
|
255,65
|
537,31
|
900,6
|
483.901,39
|
230.238,39
|
Minyak Sawit
|
170,33
|
321,70
|
277,9
|
89.400,43
|
47.334,71
|
Timah
|
3.370,19
|
4.661,90
|
21,0
|
97.899,90
|
70.773,99
|
Hasil tambang
di luar timah
|
11,74
|
30,51
|
2,543,6
|
77.605,24
|
29.861,86
|
Hewan dan
hasil hewan lainnya
|
421,05
|
1.067,37
|
95,8
|
102.254,05
|
40.336,59
|
Teh
|
677,63
|
682,71
|
45,7
|
31.199,85
|
30,967,96
|
Tembakau
|
1.181,48
|
1,314,12
|
34,7
|
45.599,96
|
40.997,36
|
Lada
|
848,98
|
1.218,25
|
25,2
|
30.699,90
|
21.397,30
|
Tapioka dan
bahan makan lainnya
|
41,20
|
49,22
|
1.145,9
|
56.401,20
|
47.211,08
|
|
|
|
|
1.735.034,98
|
899.359,91
|
Indeks 10 bahan ekspor di luar minyak bumi
1983/1984 = 100. Indeks tertimbang Paasche 10 bahan ekspor di luar minyak bumi adalah:
Berdasarkan indeks tertimbang Paasche, nilai 10
bahan ekspor di luar minyak bumi mengalami kenaikan 92,92%
b.
Rata-rata harga relatif tertimbang (Weighted
Averages of Price Relatives)
Angka indeks dapat disusun dengan cara
pertama-tama secara terpisah menghitung indeks (atau secara relatif) untuk
masing-masing jenis barang dan kemudian dihitung indeks keseluruhannya.
Dalam metode rata-rata harga relatif tertimbang
ini akan kita kerjakan hal-hal yang sama dengan tambahan berupa pemasukan unsur
timbangan (weight) dengan rumus:
Dimana W menunjukkan timbangan, dalam hal ini
berupa nilai atau perkalian antara harga dengan kuantitas (p x q). Timbangan
nilai (value) ini dapat kita gunakan nila pada tahun dasar (V0 = Q0 x Qn) ataupun nilai pada tahun yang ditentukan (Vn = Pn x Qn). Bila digunakan timbangan nilai pada tahun dasar
maka rumusnya menjadi:
Sedangkan bila digunakan timbangan nilai pada
tahun yang ditentukan rumusnya adalah:
Contoh:
Indeks Tertimbang dengan Metode Rata-Rata Harga
Relatif dari 5 Jenis Hasil Palawija
Palawija
|
|
|
|
|
|
|
|
(
|
(
|
Kacang tanah
|
69,1
|
202,0
|
741
|
937
|
2,92
|
51203,1
|
189.234,0
|
149.513,05
|
552.680,08
|
Gaplek
|
31,0
|
66,1
|
958
|
1,499
|
2,13
|
29.698,0
|
99.083,9
|
63.256,74
|
211.048,71
|
Kedelai
|
43,9
|
100,0
|
39
|
30
|
2,28
|
1.712,1
|
3.000,0
|
3.903,59
|
6.840,00
|
Tapioka
|
40,5
|
98,9
|
278
|
400
|
2,44
|
11.259,0
|
39.560,0
|
27.471,96
|
96.526,40
|
Jagung
|
56,8
|
130,0
|
2,341
|
3,242
|
2,29
|
132.968,8
|
421.460,0
|
304.498,55
|
965.143,40
|
|
|
|
|
|
|
226.841,0
|
752.377,9
|
548.643,89
|
1.832.238,59
|
Bila
digunakan timbangan nilai pada tahun dasar maka angka indeksnya:
Bila
digunakan timbangan nilai pada tahun yang ditentukan maka angka indeksnya:
2. Angka Indeks Agregatif Tidak Tertimbang
(Unweighted Index Number): Indeks harga (Price Index):
a.
Metode Agregatif Sederhana (Simple
Aggregative Method)
Indeks harga termasuk dalam angka indeks yang
tidak tertimbang. Yang diperhatikan hanya data harga dari sekumpulan barang
pada tahun-tahun yang hendak dicari angka indeksnya, sedang berapa satuan dari
sekumpulan barang tersebut yang dibeli atau di produksi tidak diperhatikan.
Contoh pada tabel dibaawah ini
menunjukkan harga rata-rata dari 9 bahan pokok di Kota Surakarta pada tahun
1988 dan 1989. Harga-harga tersebut merupakan harga rata-rata tahunan per
satuan barang masing-masing dan dinyatakan dalam rupiah.
Rata-rata Harga
9 Bahan Pokok (dalam Rp) di Kota Surakarta 1988 dan 1989
Jenis Bahan
Pokok
|
Satuan
|
Harga
|
|
1988
|
1989
|
||
Beras
kualitas sedang
|
Kg
|
158,24
|
193,38
|
Ikan asin
teri nomor 2
|
Kg
|
236,03
|
308,28
|
Minyak goreng
Princo
|
Liter
|
471,47
|
488,75
|
Gula pasir
SHS
|
Kg
|
219,59
|
249,86
|
Garam bataan
|
Bata
|
13,42
|
15,00
|
Minyak tanah
|
Liter
|
26,38
|
30,98
|
Sabun cuci
|
Batang
|
137,24
|
158,96
|
Tekstil kasar
mori putih
|
Meter
|
239,29
|
304,31
|
Batik kasar
mori biru
|
Lembar
|
977,50
|
1.329,17
|
|
|
2.479,16
|
3.078,69
|
Jika harga barang-barang tahun 1989 kita
jumlahkan kemudian kita bagi dengan jumlah harga-harga pada tahun 1988 kita
peroleh:
Hasil bagi tersebut merupakan perbandingan
antara harga-harga tahun 1989 dan 1988. Bila hasil bagi tersebut kita kalikan
dengan 100 maka akan kita peroleh 124,18. Angka ini merupakan angka indeks
harga 9
bahan pokok tahun 1989 dengam tahun 1988 sebagai tahun dasarnya (1988=100).
Metode
membandingkan dua kelompok harga-harga tersebut dinamakan metod agregatif
sederhana (simple aggregative method) dan angka indeks yang dihasilkan
dinamakan indeks agegatif sederhana (simple aggregative index).
Secara umum
index agregatif sederhana dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Indeks
harga tahun 1988 = 100
Indeks harga tahun 1989 3.078,69 / 2.479,16 x 100 = 124,18
Harga
rata-rata 9 bahan pokok pada tahun 1989 mengalami kenaikan sebesar 24,18% bila
dibandingkan pada tahun 1988.
Kelemahan
terpenting dri indeks agregatif sederhana adalah bahwa metode tersebut dapat
membuahkan hasil yang sangat berbeda jika berbagai komponen dan harganya
dinyatakan dalam berbagai satuan. Indeks agregatif sederhana belum dapat
memahami sebagai apa yang dinamakan “urut test”, karena barang-barang
dinyatakan dengan satuan yang berbeda, misalnya beras dinyatakan dalam kg,
garam dalam bataan, minyak gireng dalam liter, tekstil dalam meter dan
sebagainya.
Sebagai
ilustrasi, dalam menghitung indeks biaya kontruksi tahun 1989 dibanding tahun
1985, dengan anggapan biaya tersebut hanya meliputi dua macam saja yakni biaya
tenaga kerjadan harga semen.
|
1995
|
1989
|
Rata-rata upah per jam yang dibayarkan pada
pekerja kontruksi
|
Rp. 155,00
|
Rp. 150,00
|
Satu zak semen
|
Rp. 900,00
|
Rp. 1.650,00
|
Dengan
mempergunakan rumus tersebut di atas kita peroleh:
Apabila
indeks tersebut didasarkan pada rata-rata upah mingguan, dengan anggapan mereka
bekerja35 jam seminggu, akan kita peroleh:
|
1985
|
1989
|
Rata-rata upah mingguan yang dibayarkan pada
pekerja kontruksi
|
Rp. 4.025,00
|
Rp. 5.250,00
|
Satu zak semen
|
Rp. 900,00
|
Rp. 1.650,00
|
Dengan
satuan yang berbeda ternyata metode aregatifsederhana menghasilkan angka indeks
yang sangat berbea satu sama lain.
Di
samping kelemahan tersebut ditas, indeks harga tersebut kurang mencerminkan
perubahan harga 9 bahan pokok yang benar-benar dibayar konsumen karena jumlah
konsumsi 9 bahan pokok tersebut tidak turut diperhitungkan.
b.
Metode Rata-rata Harga Relatif
Cara lain dalam membandingkan dua kelompok harga
adalh pertama-tama kita menghitung indeks secara terpisah untuk masing-masing
bahan dari 9 bahan pokok tersebut dan kemudian menghitung rata-rata dari
perbandingan (rasio) Pn/P0 dengan menggunakan salah satu ukuran tendensi
pusat.
Untuk menghitung indeks keseluruhan (over-all
index) dari gabungan 9 bahan pokok, kita dapat menggunakan mean, median,
geometric mean atau cara pengrata-rataan yang lain dari harga relatif.Jika kita menggunakan arithmetic mean dalam
pengrata-rataan harga relatif akan kita peroleh seperti dalam contoh dibawah
ini:
Harga Relatif 9 Bahan Pokok di Kota Surakarta
I = 122,21 + 130,61 + 103,67 + 113,78 + 111,77 + 117,44 + 115,83 + 127,17 + 135, 98 / 9
= 1.078,46 / 9
= 119,83
Indeks
tersebut dinamakan rata-rata hitung dari harga relatif (arithmetic mean of
price relatiives). Secara aljabar dapat dinyatakan dengan rumus sebagai
berikut:
Dimana
k adalah jumlah komponen barang yang harga relatifnya akan dirata-ratakan.
Apabila kita gunakan median akan kita peroleh I =
117,44. Bila dengan mid-range (rata-rata dari nilai yang terendah dan nilai
yang tertinggi), maka:
I = 103,67 + 135,98 / 2 = 119,82
Indeks kuantitatif termasuk angka indeks yang
tidak tertimbang seperti halnya pada angka indeks harga. Yang diperhatikan
hanya volume fisik dari sekumpulan barang pada tahun-tahun yang akan dihitung
angka indeksnya.
Indeks kuantitatif dengan metode agregatif sederhana dinyatakan dengan rumus:
Contoh:
Dibawah
ini ditunjukkan data tentang besarnya produksi daging di Indonesia pada tahun
1982-1983 dinyatakan ton:
Produksi Daging di Indonesia 1982-1982 (Ton)
Jenis Daging
|
1982
Q0
|
1983
Qn
|
Sapi
|
196.080
|
202.600
|
Kerbau
|
57.127
|
59.630
|
Kambing
|
13.915
|
14.872
|
Domba
|
10.986
|
11.648
|
Babi
|
38.620
|
41.241
|
Kuda
|
732
|
910
|
Unggas
|
48.140
|
48.499
|
Jumlah
|
365.600
|
379.400
|
Indeks
kuantitatif tahun 1982 = 100
Indeks kuantitatif tahun 1983 adalah 379.400/365.600 x 100 = 103.77
Produksi daging
di Indonesia pada tahun 1983 mengalami kenaikan 3,77% bila dibandingkan produksi daging pada tahun 1982.
b.
Metode Rata-Rata Kuantitatif Relatif
Kuantitatif relatif dari produksi daging di
Indonesia tahun 1982-1983 ditunjukkan dalam tabel dibawah ini:
Kuantitatif
Relatif Produksi Daging di Indonesia
Rata-rata hitung kuantitatif relatif dinyatakan
dengan rumus :
Berdasarkan data tabel diatas dapat
disubstitusikan:
I = 752, 48 / 7 = 107, 50
Bila digunakan median maka I = 106,03 dan bila
digunakan midrange
I = 100,75 + 124, 32 / 2 = 112, 54
D. Penggunaan Angka Indeks dalam Pendeflasian
Bagi
sebagian besar buruh dan pegawai pemerintah yang mempunyai upah relatif tetap
maka upah nyata (real wage) lebih berarti daripada upah uang (money
wage) yang diterima. Upah uang adalah upah yang diterima pekerja dalam
bentuk uang, sedang upah nyata adalah yang daya beli (purchasing power)
daru upah uang yang diterima. Daya beli dari upah uang tersebut sangat
dipengaruhi oleh harga umum dari barang-barang konsumsi atau biaya hidup (cost
of living).
Upah
pegawai dinaikkan 25% padatahun 1980 dibandingkan tahun sebelumnya, kenaikan
ini tidak akan berarti bila upah nyata tidak ikut naik.
Untuk
mengetahui besarnya upah nyata dari suatu upah uang harus tersedia data indeks
biaya hidup pada tahun yang bersangkutan. Contoh:
Upah Uang dan Upah Nyata Buruh
Perusahaan Industri di Kawasan Tertentu
1987-1996
Tahun
|
Rata-Rata
Upah Mingguan
|
Indeks Biaya Hidup 1988=100
|
Upah
Nyata
|
1987
|
5.030
|
98,0
|
5.132
|
1988
|
5.465
|
100,0
|
5.465
|
1989
|
5.521
|
102,2
|
5.402
|
1990
|
6.018
|
101,8
|
5.911
|
1991
|
6.525
|
104,5
|
6.244
|
1992
|
6.800
|
108,1
|
6.229
|
1993
|
7.112
|
108,9
|
6.531
|
1994
|
7.447
|
110,0
|
6.770
|
1995
|
7.873
|
112,1
|
7.010
|
1996
|
7.925
|
113,1
|
7.007
|
Upah nyata pada kolom tiga diperoleh dengan cara
membagi upah uang dengan indeks biaya hidup
Proses
menghitung upah nyata dengan cara mengkalikan uapah uang dengan daya beli
rupiah atau upah uang dibagi dengan indeks harga dinamakan proses pendeflasian (deflating).
Kenaikan
upah uang dari tahun 1987 sampai degan tahun 1996:
Kenaikan
upah uang tidak dapat mengimbangi kenaikan indeks harga yang terjadi sehingga
kenaikan upah nyata menjadi kurang dari sebanding.
E.
Penggunaan
Angka Indeks
Menutut
Dubois (1964:206), menghitung dan mempelajari angka indeks mempunyai
kegunaan-kegunaan sebagai berikut:
1.
Daya Beli (Purchasing
Power)
Kebalikan
daripada angka indeks dapat digunakan untuk menunjukkan daya beli rupiah
relatif pada suatu macam komoditi yang harganya diukur dengan indeks. Daya beli
itu sendiri merupakan angka relatif terhadap periode dasar di mana indeks
disusun.
Misalnya
pada bulan Januari 1992 semua komponen indeks harga konsumsi adalah 104,5,
dengan periode dasar 1087-1989 (=100). Daya beli satu rupiah konsumsi pada
bulan Januari 1992 dibanding periode dasar 1087-1989
rupiah
atau 95,7 sen.
Pada
waktu yang sama indeks harga tersebut menunjukkan 128,2% dengan periode dasar
1987-1989. Ini berarti daya beli satu rupiah konsumsi pada bulan Januari 1992
dibanding periode dasar 1987-1989 adalah
= 0,78
rupiah atau 78 sen.
Bila
indeks harga lain yang dipergunakan, juga akan menunjukkan daya beli satuan
uang seperti halnya contoh tersebut diatas.
2.
Pendeflasian (Deflation)
Kegunaan lain dari angka indeks
ialah hasil bagi serangkaian nilai upah selama jangka waktu tertentu dengan
serangkaian angka indeks harga untuk mengetahui besarnya perubahan secara fisik
untuk jangka waktu tersebut. Misalnya serangkaian hasil penjualan barang eceran
dapat dibagi dengan indeks harga eceran untuk menentukan berapa banyak kenaikan
telah terjadi dengan melihat kenaikan volume barang yang dijual.
3.
Eskalator (Escalators)
Angka indeks digunakan dalam
pelaksanaan “syarat penyesuaian” dalam berbagai kontrak. Indeks harga konsumen
digunakan sebagai eskalator dalam banyak perjanjian kerja (konrak upah), upah
disesuaikan naik-turun mengikuti naik turunnya gerakan indeks. Indeks harga
grosir atau beberapa komponennya dapat digunakan sebagai eskalator untuk penyesuaian
harga-harga pada waktu pengiriman barang dalam kontrak dagang jangka panjang.
4.
Mempelajari
Kondisi Dunia Niaga (Studying Business Conditions)
Angka indeks dapat dipelajari
sebagai indikator dari kondisi dunia niaga pada umumnya. Aktivitas studi tersebut,
beserta studi indikator-indikator yang lain, mrupakan langkah awal dalam
membuat ramalan dan perencanaan dalam dunia niaga (forecasting dan panning).
Indeks harga grosir dean komponen-komponen yang dipelajari oleh perusahaan
dengan mengikuti dasar pergerakan harga dan perencanaan kebijakan harga,
merupakan bidang analisis tersebut. Perusahaan dapat membandingkan pergerakan
harga perusahaan dengan indeks tersebut. Indeks dari produksi industri dan
komponen-komponennya dapat dipelajari dengan mengikuti perubahan volume fisik,
membuat perbandingan-perbandingan, dan kemudian membuat perencaaan yang sesuai.
Dan banyak indeks khusus yang lain dpat dipelajari dengan seksama dalam bidang
operasinya masing-masing, yang mana sekiranya dapat dimanfaatkan.[1]
Sumber:
J.
Supranto. Statistik Teori dan Aplikasi. 2008. Jakarta: Penerbit Erlangga
Drs.
Djarwanto Ps. Statistik Sosial Ekonomi. 2001. Yogyakarta: BPFE
[2] J.
Supranto, Statistika Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008),
hal. 291-296
Komentar
Posting Komentar